MURIANEWS, Grobogan – BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yakni lembaga khusus yang bertugas untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan bagi masyarakat, PNS, serta pegawai swasta. Program ini mulai diselenggarakan pada tahun 2014 melalui dasar hukum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.
Salah satu program yang diadakan oleh BPJS adalah
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN diselenggarakan melalui sistem asuransi, dimana masyarakat wajib membayar iuran dalam jumlah ringan sebagai tabungan untuk biaya perawatannya ketika sakit di masa depan.
BPJS Kesehatan memberikan berbagai macam layanan medis yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Sejauh ini, manfaat layanan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dirasakan oleh berbagai masyarakat Indonesia.
Baca juga: Tingkatkan Perlindungan Jaminan Kesehatan, Pemkab Grobogan dan BPJS Kesehatan Gelar Bimtek SIKS-NGSalah satunya adalah Lisgianti (38), salah seorang peserta yang terdaftar pada segmen kepesertaan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri.
Sejak menjadi peserta JKN, perempuan asal Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah itu mengakui betapa besarnya manfaat yang dirasakan sendiri. Yakni, ketika ia mengalami sakit dan menjalani rawat jalan maupun rawat inap.
“Boleh dibilang manfaat BPJS Kesehatan ini luar biasa. Saya merasakan langsung manfaatnya, bukan dengar cerita dari orang lain,” kata warga Kelurahan/Kecamatan Purwodadi, Grobogan itu.
Ia pun lantas menceritakan pengalamannya ketika sakit pada bulan November 2020 lalu. Sempat menjalani rawat jalan, dokter keluarga akhirnya merujuknya untuk rawat inap di RS Panti Rahayu Purwodadi. Saat itu, ia mengalami keluhan sakit pada saluran pencernaan yang membuat perutnya agak membesar.
Setelah dirawat beberapa hari, dokter memperbolehkan pulang dan selanjutnya menjalani rawat jalan rutin seminggu sekali di rumah sakit yang sama.
”Selama dirawat inap maupun rawat jalan, biayanya gratis,” kata ibu dua orang anak itu.
Pada bulan April 2021, Lisiganti kembali jatuh sakit. Kali ini keluhannya ada pada bagian kepala yang mengalami nyeri hebat.
Oleh dokter keluarga, ia dirujuk ke rawat inap di RS Permata Bunda Purwodadi pada tanggal 28 april 2021. Mengingat masih masa pendemi, Lisgianti sempat harus dirawat dulu di ruang isolasi karena dicurigai terkena Covid-19 dan harus menjalani tes PCR.
Lima hari kemudian, hasil tes PCR keluar dengan status negatif. Setelah itu, ia baru bisa dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Selama seminggu, ia menjalani perawatan di RS Permata Bunda.
”Sekali lagi, saya tidak keluar biaya selama dirawat di rumah sakit ini. Termasuk perawatan di ruang isolasi juga gratis,” sambung perempuan berkacamata itu.
Setelah sebulan berada di rumah, pada tanggal 28 Mei 2021, sakit kepalanya mendadak kambuh lagi. Kali ini, kondisinya lebih parah dari sebelumnya.
Akhirnya, Lisgianti langsung dilarikan ke RSUD dr R Soedjati Purwodadi untuk mendapatkan perawatan medis. Dari pemeriksaan di IGD, ia pun diharuskan menjalani rawat inap dan ditangani dokter spesialis syaraf.
Sepuluh hari lamanya, ia menjalani perawatan di rumah sakit milik pemerintah itu. Meski agak membaik, namun kondisinya belum bisa pulih seperti sedia kala.
Lisgianti, sempat menjalani CT Scan di RSUD Purwodadi namun hasilnya tidak ditemukan penyakitnya. Oleh dokter yang menangani, ia pun disarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut di RS Telogorejo Semarang.“Selama dirawat sepuluh hari di RSUD Purwodadi, juga tidak ada biayanya alias gratis. Jadi sudah tiga rumah sakit, semuanya gratis,” ujarnya.Setelah melakukan pendaftaran via online, pihak RS Telogorejo ternyata juga melayani peserta BPJS Kesehatan. Ia pun periksa ke RS Telogorejo pada awal bulan Juni 2021.”Di RS Telogorejo, saya diminta menjalani rawat jalan dulu oleh dokter. Lagi-lagi, saya juga tidak keluar biaya pengobatan,” sambungnya.Beberapa hari sepulang dari RS Telogorejo, Lisgianti kembali merasakan sakit kepala yang lebih berat. Kemudian, pada tanggal 9 Juni 2021, ia pun dilarikan ke RSUP Kariadi Semarang menggunakan ambulans.Sesampai di sana, kondisi IGD RSUP Kariadi penuh pasien. Maklum, saat itu bersamaan dengan adanya ledakan Covid-19 varian Delta.Setelah dirawat sementara di ruang IGD selama empat hari, ia baru bisa mendapatkan ruang perawatan. Selama di IGD, ia tetap mendapatkan perawatan yang baik dari petugas medis.Setelah berada di ruang perawatan Kepodang, Lisgianti mulai mendapat penanganan dan pemeriksaan lebih intensif. Termasuk menjalani pemeriksaan Magnetic resonance imaging (MRI).Dari hasil pemeriksaan lewat MRI ini akhirnya diketahui ada peradangan pada selaput otak. Berikutnya, ada berbagai tindakan yang dilakukan oleh dokter. Selain dokter spesialis syaraf, ada dokter spesialis penyakit dalam, spesialis penyakit paru dan spesialis gizi yang ikut menanganinya.Dokter ahli gizi ini diperlukan karena berat badanya waktu itu hanya tinggal 32 kilogram. Sehingga dibutuhkan pula perhatian khusus untuk masalah ini.Selama 16 hari lamanya, Lisgianti menjalani perawatan di RSUP Kariadi. Setelah kondisinya membaik cukup signifikan, dokter memperbolehkannya pulang.“Saat pulang dari RSUP Kariadi, saya sempat menangis haru. Soalnya, biaya perawatan selama 16 hari gratis. Seandainya harus bayar, tentu nilainya sangat besar dan saya pasti tidak sanggup. Alhamdulillah, saya bersyukur ikut BPJS Kesehatan. Jadi, ada lima rumah sakit yang semuanya gratis,” cetusnya.Meski dibolehkan pulang, ia tetap diminta kontrol rutin sebulan sekali untuk memantau kondisinya. Hingga saat ini, ia pun rajin kontrol meski kondisinya sudah pulih dan berat badannya sudah naik jadi 54 kilogram.“Saya masih kontrol sampai bulan Oktober. Mudah-mudahan, nanti sudah sehat dan normal semuanya,” kata perempuan yang berprofesi ibu rumah tangga itu.Disinggung soal pelayanan pasien BPJS Kesehatan, Lisgianti menegaskan kalau pelayanannya dinilai istimewa. Tidak ada perbedaan dengan pasien lainnya. Penulis: Dani AgusEditor: Dani Agus
[caption id="attachment_312554" align="alignleft" width="1280"]

Foto: Lisgianti (38), salah seorang warga Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah yang merasakan manfaat ikut program BPJS Kesehatan. (Murianews/Dani Agus)[/caption]
MURIANEWS, Grobogan – BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yakni lembaga khusus yang bertugas untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan bagi masyarakat, PNS, serta pegawai swasta. Program ini mulai diselenggarakan pada tahun 2014 melalui dasar hukum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.
Salah satu program yang diadakan oleh BPJS adalah
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). JKN diselenggarakan melalui sistem asuransi, dimana masyarakat wajib membayar iuran dalam jumlah ringan sebagai tabungan untuk biaya perawatannya ketika sakit di masa depan.
BPJS Kesehatan memberikan berbagai macam layanan medis yang dapat dimanfaatkan masyarakat. Sejauh ini, manfaat layanan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dirasakan oleh berbagai masyarakat Indonesia.
Baca juga: Tingkatkan Perlindungan Jaminan Kesehatan, Pemkab Grobogan dan BPJS Kesehatan Gelar Bimtek SIKS-NG
Salah satunya adalah Lisgianti (38), salah seorang peserta yang terdaftar pada segmen kepesertaan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri.
Sejak menjadi peserta JKN, perempuan asal Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah itu mengakui betapa besarnya manfaat yang dirasakan sendiri. Yakni, ketika ia mengalami sakit dan menjalani rawat jalan maupun rawat inap.
“Boleh dibilang manfaat BPJS Kesehatan ini luar biasa. Saya merasakan langsung manfaatnya, bukan dengar cerita dari orang lain,” kata warga Kelurahan/Kecamatan Purwodadi, Grobogan itu.
Ia pun lantas menceritakan pengalamannya ketika sakit pada bulan November 2020 lalu. Sempat menjalani rawat jalan, dokter keluarga akhirnya merujuknya untuk rawat inap di RS Panti Rahayu Purwodadi. Saat itu, ia mengalami keluhan sakit pada saluran pencernaan yang membuat perutnya agak membesar.
Setelah dirawat beberapa hari, dokter memperbolehkan pulang dan selanjutnya menjalani rawat jalan rutin seminggu sekali di rumah sakit yang sama.
”Selama dirawat inap maupun rawat jalan, biayanya gratis,” kata ibu dua orang anak itu.
Pada bulan April 2021, Lisiganti kembali jatuh sakit. Kali ini keluhannya ada pada bagian kepala yang mengalami nyeri hebat.
Oleh dokter keluarga, ia dirujuk ke rawat inap di RS Permata Bunda Purwodadi pada tanggal 28 april 2021. Mengingat masih masa pendemi, Lisgianti sempat harus dirawat dulu di ruang isolasi karena dicurigai terkena Covid-19 dan harus menjalani tes PCR.
Lima hari kemudian, hasil tes PCR keluar dengan status negatif. Setelah itu, ia baru bisa dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Selama seminggu, ia menjalani perawatan di RS Permata Bunda.
”Sekali lagi, saya tidak keluar biaya selama dirawat di rumah sakit ini. Termasuk perawatan di ruang isolasi juga gratis,” sambung perempuan berkacamata itu.
Setelah sebulan berada di rumah, pada tanggal 28 Mei 2021, sakit kepalanya mendadak kambuh lagi. Kali ini, kondisinya lebih parah dari sebelumnya.
Akhirnya, Lisgianti langsung dilarikan ke RSUD dr R Soedjati Purwodadi untuk mendapatkan perawatan medis. Dari pemeriksaan di IGD, ia pun diharuskan menjalani rawat inap dan ditangani dokter spesialis syaraf.
Sepuluh hari lamanya, ia menjalani perawatan di rumah sakit milik pemerintah itu. Meski agak membaik, namun kondisinya belum bisa pulih seperti sedia kala.
Lisgianti, sempat menjalani CT Scan di RSUD Purwodadi namun hasilnya tidak ditemukan penyakitnya. Oleh dokter yang menangani, ia pun disarankan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut di RS Telogorejo Semarang.
“Selama dirawat sepuluh hari di RSUD Purwodadi, juga tidak ada biayanya alias gratis. Jadi sudah tiga rumah sakit, semuanya gratis,” ujarnya.
Setelah melakukan pendaftaran via online, pihak RS Telogorejo ternyata juga melayani peserta BPJS Kesehatan. Ia pun periksa ke RS Telogorejo pada awal bulan Juni 2021.
”Di RS Telogorejo, saya diminta menjalani rawat jalan dulu oleh dokter. Lagi-lagi, saya juga tidak keluar biaya pengobatan,” sambungnya.
Beberapa hari sepulang dari RS Telogorejo, Lisgianti kembali merasakan sakit kepala yang lebih berat. Kemudian, pada tanggal 9 Juni 2021, ia pun dilarikan ke RSUP Kariadi Semarang menggunakan ambulans.
Sesampai di sana, kondisi IGD RSUP Kariadi penuh pasien. Maklum, saat itu bersamaan dengan adanya ledakan Covid-19 varian Delta.
Setelah dirawat sementara di ruang IGD selama empat hari, ia baru bisa mendapatkan ruang perawatan. Selama di IGD, ia tetap mendapatkan perawatan yang baik dari petugas medis.
Setelah berada di ruang perawatan Kepodang, Lisgianti mulai mendapat penanganan dan pemeriksaan lebih intensif. Termasuk menjalani pemeriksaan Magnetic resonance imaging (MRI).
Dari hasil pemeriksaan lewat MRI ini akhirnya diketahui ada peradangan pada selaput otak. Berikutnya, ada berbagai tindakan yang dilakukan oleh dokter. Selain dokter spesialis syaraf, ada dokter spesialis penyakit dalam, spesialis penyakit paru dan spesialis gizi yang ikut menanganinya.
Dokter ahli gizi ini diperlukan karena berat badanya waktu itu hanya tinggal 32 kilogram. Sehingga dibutuhkan pula perhatian khusus untuk masalah ini.
Selama 16 hari lamanya, Lisgianti menjalani perawatan di RSUP Kariadi. Setelah kondisinya membaik cukup signifikan, dokter memperbolehkannya pulang.
“Saat pulang dari RSUP Kariadi, saya sempat menangis haru. Soalnya, biaya perawatan selama 16 hari gratis. Seandainya harus bayar, tentu nilainya sangat besar dan saya pasti tidak sanggup. Alhamdulillah, saya bersyukur ikut BPJS Kesehatan. Jadi, ada lima rumah sakit yang semuanya gratis,” cetusnya.
Meski dibolehkan pulang, ia tetap diminta kontrol rutin sebulan sekali untuk memantau kondisinya. Hingga saat ini, ia pun rajin kontrol meski kondisinya sudah pulih dan berat badannya sudah naik jadi 54 kilogram.
“Saya masih kontrol sampai bulan Oktober. Mudah-mudahan, nanti sudah sehat dan normal semuanya,” kata perempuan yang berprofesi ibu rumah tangga itu.
Disinggung soal pelayanan pasien BPJS Kesehatan, Lisgianti menegaskan kalau pelayanannya dinilai istimewa. Tidak ada perbedaan dengan pasien lainnya.
Penulis: Dani Agus
Editor: Dani Agus