Ramadan dan Pedagogy of Hope
Faqih Mansur Hidayat
Jumat, 22 April 2022 06:00:08
Ramadan adalah proses "pendidikan" yang langsung berhubugan dengan Gusti Allah SWT. Menilik pendapat Paulo Freire tentang konsep pendidikan yang ditulisnya yaitu pedagogy of hope dan pedagogy of heart.
Itu memberikan inspirasi, bahwa Ramadan merupakan proses pendidikan yang berpengharapan dan pendidikan yang mengolah hati dan rasa.
Teks dalil yang berkaitan dengan
Ramadan mayoritas mengabarkan tentang harapan hidup baru. Ujungnya menjadikan hidup dan kehidupan menjadi optimis.
Baca: Ramadan Harus Membuat Iman Lebih KuatSebagaimana, contoh yang dapat dipahami tentang dalil pra Ramadan dimana orang yang senang, bahagia (fariha) akan datangnya
Ramadan maka Gusti Allah SWT akan mengampuni dosa dosanya.
Contoh teks dalil tersebut memberikan "rasa" cerah, ceria, bahagia dan harapan akan datangnya Ramadan, seperti juga mengisi bulan Ramadan dengan berbuat kebaikan, berbagi atau altruisme sedekah antarsesama, dan lain-lain.
Pada titik klimaks harapan dan optimisme, apa yang semua kita lakukan pada Ramadan adalah langsung "berinteraksi" dengan Gusti Allah SWT dan pahalanya pun menjadi hak prerogratif-Nya Gusti Allah SWT. Sungguh sebuah proses "interaksi" spiritual antara kholiq (sang pencipta) dan makhluk yang luar biasa, sehingga menumbukan harapan dan optimisme hidup dan berkehidupan sehari hari.Lebih dari itu,
Ramadan memberikan pendidikan pengolahan rasa atau bathin manusia. Dimana, puasa Ramadan menempa pola pikir, karakter dan rasa kemanusian. Seperti halnya diterangkan bahwa ketiada-gunaan berpuasa yang akhirnya hanya mendapatkan lapar dan haus belaka manakala puasa kita tidak mampu mengekang sifat-sifat hewaniyah dalam diri kita seperti berbuat buruk kepada sesama, berkata kotor, tidak bisa mengekang nafsu angkara dan lain lain sehingga menjadikan hati kita tidak muthmainnah atau tenang tentram dan penuh kasih sayang.Konsekwensi dari keterangan di atas, Ramadan adalah sistem pendidikan langsung yang dikonsep oleh Gusti Allah SWT. Yaitu, menyatukan model pedagogy of hope dan pedagogy of heart dengan menafikan pedagogy of oppressed yaitu pendidikan yang menindas dan merasa menjadi tertindas.Model pendidikan Ramadan ini menciptakan manusia menjadi manusia, atau dengan kata lain pendidikan Ramadan adalah proses memanusiakan manusia yang memiliki "moralitas ilahiyyat" yang tinggi dengan satu visi anggun dalam moral, ringan dalam amal dan unggul dalam intelektual. Reporter: Faqih Mansur HidayatEditor: Zulkifli Fahmi
[caption id="attachment_286237" align="alignleft" width="150"]
H. Hisyam Zamroni, Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Jepara[/caption]
Ramadan adalah proses "pendidikan" yang langsung berhubugan dengan Gusti Allah SWT. Menilik pendapat Paulo Freire tentang konsep pendidikan yang ditulisnya yaitu pedagogy of hope dan pedagogy of heart.
Itu memberikan inspirasi, bahwa Ramadan merupakan proses pendidikan yang berpengharapan dan pendidikan yang mengolah hati dan rasa.
Teks dalil yang berkaitan dengan
Ramadan mayoritas mengabarkan tentang harapan hidup baru. Ujungnya menjadikan hidup dan kehidupan menjadi optimis.
Baca: Ramadan Harus Membuat Iman Lebih Kuat
Sebagaimana, contoh yang dapat dipahami tentang dalil pra Ramadan dimana orang yang senang, bahagia (fariha) akan datangnya
Ramadan maka Gusti Allah SWT akan mengampuni dosa dosanya.
Contoh teks dalil tersebut memberikan "rasa" cerah, ceria, bahagia dan harapan akan datangnya Ramadan, seperti juga mengisi bulan Ramadan dengan berbuat kebaikan, berbagi atau altruisme sedekah antarsesama, dan lain-lain.
Pada titik klimaks harapan dan optimisme, apa yang semua kita lakukan pada Ramadan adalah langsung "berinteraksi" dengan Gusti Allah SWT dan pahalanya pun menjadi hak prerogratif-Nya Gusti Allah SWT. Sungguh sebuah proses "interaksi" spiritual antara kholiq (sang pencipta) dan makhluk yang luar biasa, sehingga menumbukan harapan dan optimisme hidup dan berkehidupan sehari hari.
Lebih dari itu,
Ramadan memberikan pendidikan pengolahan rasa atau bathin manusia. Dimana, puasa Ramadan menempa pola pikir, karakter dan rasa kemanusian. Seperti halnya diterangkan bahwa ketiada-gunaan berpuasa yang akhirnya hanya mendapatkan lapar dan haus belaka manakala puasa kita tidak mampu mengekang sifat-sifat hewaniyah dalam diri kita seperti berbuat buruk kepada sesama, berkata kotor, tidak bisa mengekang nafsu angkara dan lain lain sehingga menjadikan hati kita tidak muthmainnah atau tenang tentram dan penuh kasih sayang.
Konsekwensi dari keterangan di atas, Ramadan adalah sistem pendidikan langsung yang dikonsep oleh Gusti Allah SWT. Yaitu, menyatukan model pedagogy of hope dan pedagogy of heart dengan menafikan pedagogy of oppressed yaitu pendidikan yang menindas dan merasa menjadi tertindas.
Model pendidikan Ramadan ini menciptakan manusia menjadi manusia, atau dengan kata lain pendidikan Ramadan adalah proses memanusiakan manusia yang memiliki "moralitas ilahiyyat" yang tinggi dengan satu visi anggun dalam moral, ringan dalam amal dan unggul dalam intelektual.
Reporter: Faqih Mansur Hidayat
Editor: Zulkifli Fahmi