Tak Hanya Nikmat, Lentog Kudus Kental akan Sejarah
Murianews
Senin, 1 November 2021 15:52:35
MURIANEWS, Kudus – Kabupaten Kudus memiliki satu kuliner yang sangat khas, yakni
Lentog Tanjung atau Lentog Kudus. Kuliner Kudus ini banyak ditemui di hampir seluruh penjuru kota.
Tak hanya enak dan nikmat, ternyata kuliner dari Desa Tanjungkarang, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus ini punya ikatan erat dengan penyebaran Islam yang dilakukan Walisanga di Kudus.
Karena berasal dari Desa Tanjungkarang, kuliner ini dikenal dengan nama Lentog Tanjung. Dari des aitu, kemudian menyebar ke beberapa daerah hingga di luar Kabupaten Kudus.
Melansir
1001indonesia.net, kemunculkan Lentog Tanjung ini berasal dari adanya sebuah larang di Desa Tanjungkarang. Di mana, masyarakat setempat dilarang berjualan nasi.
Baca juga:
Simak, Ini Daftar Warung Makan di Kudus yang Sudah Buka Hari IniKarena itu, masyarat setempat mengganti nasi sebagai makanan pokok di warungnya dengan lontong. Itu diungkapkan salah satu tokoh masyarakat Kudus, Abdul Hadi.
[caption id="attachment_231877" align="alignnone" width="1280"]

Bupati Hartopo makan di sentra lentog Tanjung Kudus. (MURIANEWS/Anggara Jiwandhana)[/caption]
Saat datangnya walisanga untuk menyebar agama Islam di Kudus, mereka berkeinginan membangun masjid sebagai pusat dakwah. Pembangunan masjid pun dilakukan secara diam-diam, di malam hari hingga menjelang subuh.
Upaya itu dilakukan untuk menghindari konflik dengan kerajaan setempat. Bahan bangunan dari di Desa Tanjung kemudian diangkut oleh murid para walisanga menuju Desa Kauman yang kelak nantinya berdiri Masjid Menara Kudus.
Pembangunan masjid sempat terkendala saat proses pengangkutan bahan terhenti karena salah paham. Di suatu hari, para pengangkut mendengar suara ketukan dari penjual nasi yang dikira adalah suara beduk subuh.Dengan mendengar ketukan itu, murid-murid wali itu berhenti bekerja dan segera ke area Desa Kauman untuk sholat subuh. Wali yang kecewa murid-muridnya meninggalkan pekerjaannya segera mengkonfirmasi kepada mereka jika suara itu adalah suara dari warung penjual nasi.Karena itu, sang Wali kemudian berkata, ‘Nek ono rejo-rejone jaman. Wong Tanjung ojo ono sing dodolan sego, mergo ngganggu pembangunan’. Setelah itu, warga Tanjung pun tidak ada yang berjualan nasi dan menggantinya dengan lontong atau lentog.Lentog Tanjung biasa sangat cocok sebagai menu sarapan bagi pecinta kuliner. Setiap liburan tiba, banyak masyarakat Kudus maupun dari luar daerah memilih Lentog Tanjung untuk disantap bersama keluarga.Lentog pada dasarnya sebutan lain dari lontong. Berbeda dengan masyarakat Indonesia yang lebih familiar dengan lontong, orang Kudus lebih mengenalnya dengan nama lentog.Lentog yang berbahan dasar beras memiliki 2 kuah pelengkap, yakni lodeh tahu dengan kandungan santan kental dan sayur gori (nangka muda). Kemudian Lentog dilengkapi dengan sambal, bawang goreng serta sate telur puyuh. Penulis: Loeby Galih WitantraEditor: Zulkifli FahmiSumber:
1001indonesia.net
[caption id="attachment_217992" align="alignnone" width="1280"]

Lentog Kudus atau Lentog Tanjung, kuliner khas Kabupaten Kudus. (MURIANEWS/Anggara Jiwandhana)[/caption]
MURIANEWS, Kudus – Kabupaten Kudus memiliki satu kuliner yang sangat khas, yakni
Lentog Tanjung atau Lentog Kudus. Kuliner Kudus ini banyak ditemui di hampir seluruh penjuru kota.
Tak hanya enak dan nikmat, ternyata kuliner dari Desa Tanjungkarang, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus ini punya ikatan erat dengan penyebaran Islam yang dilakukan Walisanga di Kudus.
Karena berasal dari Desa Tanjungkarang, kuliner ini dikenal dengan nama Lentog Tanjung. Dari des aitu, kemudian menyebar ke beberapa daerah hingga di luar Kabupaten Kudus.
Melansir
1001indonesia.net, kemunculkan Lentog Tanjung ini berasal dari adanya sebuah larang di Desa Tanjungkarang. Di mana, masyarakat setempat dilarang berjualan nasi.
Baca juga:
Simak, Ini Daftar Warung Makan di Kudus yang Sudah Buka Hari Ini
Karena itu, masyarat setempat mengganti nasi sebagai makanan pokok di warungnya dengan lontong. Itu diungkapkan salah satu tokoh masyarakat Kudus, Abdul Hadi.
[caption id="attachment_231877" align="alignnone" width="1280"]

Bupati Hartopo makan di sentra lentog Tanjung Kudus. (MURIANEWS/Anggara Jiwandhana)[/caption]
Saat datangnya walisanga untuk menyebar agama Islam di Kudus, mereka berkeinginan membangun masjid sebagai pusat dakwah. Pembangunan masjid pun dilakukan secara diam-diam, di malam hari hingga menjelang subuh.
Upaya itu dilakukan untuk menghindari konflik dengan kerajaan setempat. Bahan bangunan dari di Desa Tanjung kemudian diangkut oleh murid para walisanga menuju Desa Kauman yang kelak nantinya berdiri Masjid Menara Kudus.
Pembangunan masjid sempat terkendala saat proses pengangkutan bahan terhenti karena salah paham. Di suatu hari, para pengangkut mendengar suara ketukan dari penjual nasi yang dikira adalah suara beduk subuh.
Dengan mendengar ketukan itu, murid-murid wali itu berhenti bekerja dan segera ke area Desa Kauman untuk sholat subuh. Wali yang kecewa murid-muridnya meninggalkan pekerjaannya segera mengkonfirmasi kepada mereka jika suara itu adalah suara dari warung penjual nasi.
Karena itu, sang Wali kemudian berkata, ‘Nek ono rejo-rejone jaman. Wong Tanjung ojo ono sing dodolan sego, mergo ngganggu pembangunan’. Setelah itu, warga Tanjung pun tidak ada yang berjualan nasi dan menggantinya dengan lontong atau lentog.
Lentog Tanjung biasa sangat cocok sebagai menu sarapan bagi pecinta kuliner. Setiap liburan tiba, banyak masyarakat Kudus maupun dari luar daerah memilih Lentog Tanjung untuk disantap bersama keluarga.
Lentog pada dasarnya sebutan lain dari lontong. Berbeda dengan masyarakat Indonesia yang lebih familiar dengan lontong, orang Kudus lebih mengenalnya dengan nama lentog.
Lentog yang berbahan dasar beras memiliki 2 kuah pelengkap, yakni lodeh tahu dengan kandungan santan kental dan sayur gori (nangka muda). Kemudian Lentog dilengkapi dengan sambal, bawang goreng serta sate telur puyuh.
Penulis: Loeby Galih Witantra
Editor: Zulkifli Fahmi
Sumber:
1001indonesia.net