Rumah Dinas Walikota Solo Dinamakan Loji Gandrung, Ini Latar Belakangnya
Murianews
Jumat, 18 Februari 2022 10:13:05
MURIANEWS, Kudus- Banyak bangunan bersejarah peninggalan Belanda yang terdapat di Kota Solo. Salah satunya adalah bangunan bergaya Eropa yang berada di jalan Slamet Riyadi.
Bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya ini dikenal dengan nama Loji Gandrung. Saat ini, bangunan tersebut digunakan untuk rumah dinas Walikota Solo.
Perihal penamaan Loji Gandrung itu ternyata punya cerita tersendiri. Berikut ulasannya, seperti dilansir dari laman
Cagar Budaya Kemdikbud.
Baca juga: Kota Surakarta Ternyata Pernah Jadi Daerah Istimewa di Era Kemerdekaan, Begini SejarahnyaBangunan Loji Gandrung pada awalnya merupakan rumah tinggal milikJohannes Augustinus Dezentje (1797-1839). Ayahnya, August Jan Caspar adalah pejabat militer Kolonial Belanda. Oleh sebab itu, keluarga Dezentje memiliki hubungan baik dengan pihak Kolonial Belanda maupun dari pihak Kasunanan Surakarta.
Pada 1815, Dezentje menikah dengan Johanna Dorothea Boode yang kemudian meninggal pada 1816 setelah kelahiran anak pertamanya. Karena hubungan yang dekat dengan Kasunanan Surakarta, Dezentje kemudian menikah dengan salah seorang saudara perempuan Sunan Pakubuwana IV pada 1819 yang bernama Raden Ayu Cokrokusumo.
Pada saat itulah Dezentje dapat menyewa tanah di Ampel seluas 82 Ha dan mencakup 18 desa. Hingga tahun 1820, pendapatan yang diperoleh dari hasil perkebunannya dapat mencapai 5000 Gulden per tahun.
Berdasarkan catatan dari SA Buddingh ketika ia berkunjung di kediaman Dezentje di Ampel, ia memiliki sebuah landhuis yang bergaya rumah dalem tradisional Jawa, dengan pekarangan dan taman, dilengkapi dengan hiburan gamelan, dan wilayahnya dikelilingi benteng dengan bastion, pasukan, dan persenjataan yang lengkap di daerah asalnya di Surakarta.
Rumah inilah yang saat ini dikenal dengan Loji Gandrung. Nama Loji Gandrung dipahami khalayak dikarenakan kegiatan sosialisasi kalangan elit Eropa yang diwarnai dengan pesta makan, minum dan berdansa sehingga menyerupai orang yang sedang “gandrung” atau adegan jatuh cinta dalam kajian seni pertunjukan tradisional Jawa. Sehingga jika diartikan secara harafiah nama Loji (rumah kolonial) Gandrung (bersenangsenang).
Kegemaran orang-orang Eropa khususnya dari kalangan pengusaha dan profesional swasta untuk melakukan pesta-pesta seperti ini merebak sejak awal abad ke-20 setelah kebijakan liberalisasi ekonomi kolonial Belanda yang memungkinkan banyak modal asing untuk masuk dalam industri perkebunan di Indonesia. Mengingat perkembangan tersebut, kemungkinan besar Loji Gandrung baru mendapatkan sebutan dan bahkan mungkin bentuknya yang sekarang ini pada masa awal abad ke-20.Dilihat dari sisi arsitekturnya, Loji Gandrung merupakan bangunan Indis yang memiliki nuansa Neo-klasik Eropa yang cukup megah. Oleh sebab itu, dapat diperkirakan pembangunan Loji Gandrung ini berlangsung di masa keemasan Keluarga Dezentje, kemungkinan pertengahan hingga akhir abad XIX.Setelah sepeninggal Keluarga Dezentje kemungkinan Loji Gandrung diambil alih oleh pemilik lain atau Pemerintah Kolonial Belanda atau Kasunanan Surakarta, mengingat adanya kebangkrutan dari keluarga tersebut.Pada masa berikutnya, yakni masa Kemerdekaan RI, ketika nasionalisasi bangunan kolonial, bangunan Loji Gandrung digunakan untuk kepentingan militer RI. Peristiwa penting yang terjadi di Loji Gandrung adalah bangunan ini pernah digunakan oleh Kolonel Gatot Subroto sebagai markas untuk menyusun strategi melawan Belanda pada Agresi Militer II (1948-1949). Kolonel Gatot Subroto merupakan gubernur militer untuk wilayah Daerah Istimewa Surakarta dan sekitarnya.
Baca juga: Umur Candi Borobudur Masih Kalah Tua dengan Temuan Perahu Kuno di RembangSelain itu, Loji Gandrung juga pernah menjadi markas Militer Brigade V yang dipimpin oleh Letkol Slamet Riyadi ketika terjadi Serangan Umum Solo pada 1949. Presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno juga pernah berkunjung dan menginap di sini. Saat ini Loji Gandrung digunakan sebagai rumah dinas bagi Walikota Surakarta (Solo). Penulis: Dani AgusEditor: Dani AgusSumber:
cagarbudaya.kemdikbud.go.id
[caption id="attachment_273127" align="alignleft" width="1890"]

Foto: Loji Gandrung yang digunakan untuk rumah dinas Walikota Solo (surakarta.go.id)[/caption]
MURIANEWS, Kudus- Banyak bangunan bersejarah peninggalan Belanda yang terdapat di Kota Solo. Salah satunya adalah bangunan bergaya Eropa yang berada di jalan Slamet Riyadi.
Bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya ini dikenal dengan nama Loji Gandrung. Saat ini, bangunan tersebut digunakan untuk rumah dinas Walikota Solo.
Perihal penamaan Loji Gandrung itu ternyata punya cerita tersendiri. Berikut ulasannya, seperti dilansir dari laman
Cagar Budaya Kemdikbud.
Baca juga: Kota Surakarta Ternyata Pernah Jadi Daerah Istimewa di Era Kemerdekaan, Begini Sejarahnya
Bangunan Loji Gandrung pada awalnya merupakan rumah tinggal milikJohannes Augustinus Dezentje (1797-1839). Ayahnya, August Jan Caspar adalah pejabat militer Kolonial Belanda. Oleh sebab itu, keluarga Dezentje memiliki hubungan baik dengan pihak Kolonial Belanda maupun dari pihak Kasunanan Surakarta.
Pada 1815, Dezentje menikah dengan Johanna Dorothea Boode yang kemudian meninggal pada 1816 setelah kelahiran anak pertamanya. Karena hubungan yang dekat dengan Kasunanan Surakarta, Dezentje kemudian menikah dengan salah seorang saudara perempuan Sunan Pakubuwana IV pada 1819 yang bernama Raden Ayu Cokrokusumo.
Pada saat itulah Dezentje dapat menyewa tanah di Ampel seluas 82 Ha dan mencakup 18 desa. Hingga tahun 1820, pendapatan yang diperoleh dari hasil perkebunannya dapat mencapai 5000 Gulden per tahun.
Berdasarkan catatan dari SA Buddingh ketika ia berkunjung di kediaman Dezentje di Ampel, ia memiliki sebuah landhuis yang bergaya rumah dalem tradisional Jawa, dengan pekarangan dan taman, dilengkapi dengan hiburan gamelan, dan wilayahnya dikelilingi benteng dengan bastion, pasukan, dan persenjataan yang lengkap di daerah asalnya di Surakarta.
Rumah inilah yang saat ini dikenal dengan Loji Gandrung. Nama Loji Gandrung dipahami khalayak dikarenakan kegiatan sosialisasi kalangan elit Eropa yang diwarnai dengan pesta makan, minum dan berdansa sehingga menyerupai orang yang sedang “gandrung” atau adegan jatuh cinta dalam kajian seni pertunjukan tradisional Jawa. Sehingga jika diartikan secara harafiah nama Loji (rumah kolonial) Gandrung (bersenangsenang).
Kegemaran orang-orang Eropa khususnya dari kalangan pengusaha dan profesional swasta untuk melakukan pesta-pesta seperti ini merebak sejak awal abad ke-20 setelah kebijakan liberalisasi ekonomi kolonial Belanda yang memungkinkan banyak modal asing untuk masuk dalam industri perkebunan di Indonesia. Mengingat perkembangan tersebut, kemungkinan besar Loji Gandrung baru mendapatkan sebutan dan bahkan mungkin bentuknya yang sekarang ini pada masa awal abad ke-20.
Dilihat dari sisi arsitekturnya, Loji Gandrung merupakan bangunan Indis yang memiliki nuansa Neo-klasik Eropa yang cukup megah. Oleh sebab itu, dapat diperkirakan pembangunan Loji Gandrung ini berlangsung di masa keemasan Keluarga Dezentje, kemungkinan pertengahan hingga akhir abad XIX.
Setelah sepeninggal Keluarga Dezentje kemungkinan Loji Gandrung diambil alih oleh pemilik lain atau Pemerintah Kolonial Belanda atau Kasunanan Surakarta, mengingat adanya kebangkrutan dari keluarga tersebut.
Pada masa berikutnya, yakni masa Kemerdekaan RI, ketika nasionalisasi bangunan kolonial, bangunan Loji Gandrung digunakan untuk kepentingan militer RI. Peristiwa penting yang terjadi di Loji Gandrung adalah bangunan ini pernah digunakan oleh Kolonel Gatot Subroto sebagai markas untuk menyusun strategi melawan Belanda pada Agresi Militer II (1948-1949). Kolonel Gatot Subroto merupakan gubernur militer untuk wilayah Daerah Istimewa Surakarta dan sekitarnya.
Baca juga: Umur Candi Borobudur Masih Kalah Tua dengan Temuan Perahu Kuno di Rembang
Selain itu, Loji Gandrung juga pernah menjadi markas Militer Brigade V yang dipimpin oleh Letkol Slamet Riyadi ketika terjadi Serangan Umum Solo pada 1949. Presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno juga pernah berkunjung dan menginap di sini. Saat ini Loji Gandrung digunakan sebagai rumah dinas bagi Walikota Surakarta (Solo).
Penulis: Dani Agus
Editor: Dani Agus
Sumber:
cagarbudaya.kemdikbud.go.id