Nyadran, Tradisi Ziarah Kubur Menjelang Ramadan yang Masih Dilestarikan
Murianews
Selasa, 22 Maret 2022 15:56:20
MURIANEWS, Kudus- Nyadran adalah tradisi ziarah kubur yang dilangsungkan di akhir bulan Syakban atau menjelang datangnya bulan Ramadan. Hingga saat ini tradisi ini masih tetap dilestarikan di berbagai daerah.
Bagi sebagian orang, tradisi ini seolah menjadi semacam kewajiban tiap tahun. Oleh sebab itu, apabila meninggalkan tradisi ini rasanya seperti ada yang kurang dalam menyongsong puasa Ramadan.
Dilansir dari laman
NU Online, pada masa awal-awal Islam, Rasulullah saw memang pernah melarang umat Islam berziarah ke kuburan, mengingat kondisi keimanan mereka pada saat itu yang masih lemah. Serta kondisi sosiologis masyarakat Arab masa itu yang pola pikirnya masih didominasi dengan kemusyrikan dan kepercayaan kepada para dewa dan sesembahan.
Baca juga: Tradisi Tabuh Beduk Menara Kudus Awali Bulan Suci Ramadan di Kota KretekRasulullah saw mengkhawatirkan terjadinya kesalahpahaman ketika mereka mengunjungi kubur baik dalam berperilaku maupun dalam berdoa.
Akan tetapi bersama berjalannya waktu, alasan ini semakin tidak kontekstual dan Rasulullah pun memperbolehkan berziarah kubur.
Demikian keterangan Rasulullah saw yang bisa kita temukan dalam Sunan Turmudzi no 973
حديث بريدة قال : قال رسول الله صلى الله علية وسلم :"قد كنت نهيتكم عن زيارة القبور فقد أذن لمحمد في زيارة قبر أمه
(3/370) فزورها فإنها تذكر الآخرة"رواة الترمذي
Hadits dari Buraidah ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah..! karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat”.
Demikianlah sebenarnya hukum dasar dibolehkannya ziarah kubur dengan illat (alasan) ‘tazdkiratul akhirah’ yaitu mengingatkan kita kepada akhirat. Oleh karena itu dibenarkan berziarah ke makam orang tua dan juga ke makam orang shalih dan para wali.
Selama ziarah itu dapat mengingatkan kita kepada akhirat. Begitu pula ziarah ke makam para wali dan orang shaleh merupakan sebuah kebaikan yang dianjurkan, sebagaimana pendapat Ibnu Hajar al-Haytami dalam kitab ‘al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra’.
Inilah yang menjadi dasar para ustadz dan para jama’ah mementingkan diri berziarah ke maqam para wali ketika usai penutupan ‘tawaqqufan’ kegiatan majlis ta’lim. Sebagaimana yang ditradisikan masyarakat muslim di Jakarta dan sekitarnya.
Beliau ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengn melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula perjalanan ke makam mereka.
Beliau ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengn melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula perjalanan ke makam mereka.Adapun mengenai ikmah ziarah kubur Syaikh Nawawi al-Bantani telah menuliskannya dalam Nihayatuz Zain demikian keterangannya: “disunnahkan untuk berziarah kubur, barang siapa yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at, maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya”…Demikianlah hikmah di balik ziarah kubur, betapa hal itu menjadi kesempatan bagi siapa saja yang merasa kurang dalam pengabdian kepada orang tua semasa hidupnya. Bahkan dalam keteragan seanjutnya masih dalam kitab Nihayatuz Zain diterangkan “barang siapa menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap hari jum’at pahalanya seperti ibadah haji”Apa yang dikatakan Syaikh Nawawi dalam Nihayuatuz Zain juga terdapat dalam beberapa kitab lain, bahkan lengkap dengan urutan perawinya. Seperti yang terdapat dalam al-Mu’jam al-Kabir lit Tabhrani juz 19.
Rasulullah saw bersabda: “barang siapa berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang ta’at dan berbakti kepada kedua orang tuanya.
Adapun mengenai pahala haji yang disediakan oleh Allah swt kepada mereka yang menziarahi kubur orang tuanya terdapat dalam kitab Al-maudhu’at berdasar pada hadits Ibn Umar ra.
أنبأنا إسماعيل بن أحمد أنبأنا حمزة أنبأنا أبو أحمد بن عدى حدثنا أحمد بن حفص السعدى حدثنا إبراهيم بن موسى حدثنا خاقان السعدى حدثنا أبو مقاتل السمرقندى عن عبيد الله عن نافع عن ابن عمر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " من زار قبر أبيه أو أمه أو عمته أو خالته أو أحد من قراباته كانت له حجة مبرورة, ومن كان زائرا لهم حتى يموت زارت الملائكة قبره
Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa berziarah ke makam bapak atau ibunya, paman atau bibinya, atau berziarah ke salah satu makam keluarganya, maka pahalanya adalah sebesar haji mabrur. Dan barang siapa yang istiqamah berziarah kubur sampai datang ajalnya maka para malaikat akan selalu menziarahi kuburannya”.Akan tetapi tidak demikian hukum ziarah kubur bagi seorang muslimah. Mengingat lemahnya perasaan kaum hawa, maka menziarahi kubur keluarga hukumnya adalah makruh. Karena kelemahan itu akan mempermudah perempuan resah, gelisah, susah hingga menangis di kuburan. Itulah yang dikhawatirkan dan dilarang dalam Islam.Seperti yang termaktub dalam kitab I’anatut Thalibin. Sedangkan ziarah seorang muslimah ke makam Rasulullah, para wali dan orang-orang shaleh adalah sunnah.“Dimakruhkan bagi wanita berziarah kubur karena hal tersebut cenderung membantu pada kondisi yang melemahkan hati dan jiwa”.Dari keterangan panjang ini, maka tradisi berziarah kubur tetaplah perlu dilestarikan karena tidak bertentangan dengan syariat Islam. Bahkan malah dapat mengingatkan akan kehidupan di akhirat nanti.Apalagi jika dilakukan di akhir bulan Sya’ban. Hal ini merupakan modal yang sangat bagus untuk mempersiapkan diri menyongsong bulan Ramadan. Penulis: Dani AgusEditor: Dani AgusSumber:
nu.or.id
[caption id="attachment_279501" align="alignleft" width="1890"]

Foto: Ilustrasi orang ziarah kubur (MURIANEWS/dok)[/caption]
MURIANEWS, Kudus- Nyadran adalah tradisi ziarah kubur yang dilangsungkan di akhir bulan Syakban atau menjelang datangnya bulan Ramadan. Hingga saat ini tradisi ini masih tetap dilestarikan di berbagai daerah.
Bagi sebagian orang, tradisi ini seolah menjadi semacam kewajiban tiap tahun. Oleh sebab itu, apabila meninggalkan tradisi ini rasanya seperti ada yang kurang dalam menyongsong puasa Ramadan.
Dilansir dari laman
NU Online, pada masa awal-awal Islam, Rasulullah saw memang pernah melarang umat Islam berziarah ke kuburan, mengingat kondisi keimanan mereka pada saat itu yang masih lemah. Serta kondisi sosiologis masyarakat Arab masa itu yang pola pikirnya masih didominasi dengan kemusyrikan dan kepercayaan kepada para dewa dan sesembahan.
Baca juga: Tradisi Tabuh Beduk Menara Kudus Awali Bulan Suci Ramadan di Kota Kretek
Rasulullah saw mengkhawatirkan terjadinya kesalahpahaman ketika mereka mengunjungi kubur baik dalam berperilaku maupun dalam berdoa.
Akan tetapi bersama berjalannya waktu, alasan ini semakin tidak kontekstual dan Rasulullah pun memperbolehkan berziarah kubur.
Demikian keterangan Rasulullah saw yang bisa kita temukan dalam Sunan Turmudzi no 973
حديث بريدة قال : قال رسول الله صلى الله علية وسلم :"قد كنت نهيتكم عن زيارة القبور فقد أذن لمحمد في زيارة قبر أمه
(3/370) فزورها فإنها تذكر الآخرة"رواة الترمذي
Hadits dari Buraidah ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah..! karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat”.
Demikianlah sebenarnya hukum dasar dibolehkannya ziarah kubur dengan illat (alasan) ‘tazdkiratul akhirah’ yaitu mengingatkan kita kepada akhirat. Oleh karena itu dibenarkan berziarah ke makam orang tua dan juga ke makam orang shalih dan para wali.
Selama ziarah itu dapat mengingatkan kita kepada akhirat. Begitu pula ziarah ke makam para wali dan orang shaleh merupakan sebuah kebaikan yang dianjurkan, sebagaimana pendapat Ibnu Hajar al-Haytami dalam kitab ‘al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra’.
Inilah yang menjadi dasar para ustadz dan para jama’ah mementingkan diri berziarah ke maqam para wali ketika usai penutupan ‘tawaqqufan’ kegiatan majlis ta’lim. Sebagaimana yang ditradisikan masyarakat muslim di Jakarta dan sekitarnya.
Beliau ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengn melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula perjalanan ke makam mereka.
Adapun mengenai ikmah ziarah kubur Syaikh Nawawi al-Bantani telah menuliskannya dalam Nihayatuz Zain demikian keterangannya: “disunnahkan untuk berziarah kubur, barang siapa yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at, maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya”…
Demikianlah hikmah di balik ziarah kubur, betapa hal itu menjadi kesempatan bagi siapa saja yang merasa kurang dalam pengabdian kepada orang tua semasa hidupnya. Bahkan dalam keteragan seanjutnya masih dalam kitab Nihayatuz Zain diterangkan “barang siapa menziarahi kubur kedua orang tuanya setiap hari jum’at pahalanya seperti ibadah haji”
Apa yang dikatakan Syaikh Nawawi dalam Nihayuatuz Zain juga terdapat dalam beberapa kitab lain, bahkan lengkap dengan urutan perawinya. Seperti yang terdapat dalam al-Mu’jam al-Kabir lit Tabhrani juz 19.
Rasulullah saw bersabda: “barang siapa berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang ta’at dan berbakti kepada kedua orang tuanya.
Adapun mengenai pahala haji yang disediakan oleh Allah swt kepada mereka yang menziarahi kubur orang tuanya terdapat dalam kitab Al-maudhu’at berdasar pada hadits Ibn Umar ra.
أنبأنا إسماعيل بن أحمد أنبأنا حمزة أنبأنا أبو أحمد بن عدى حدثنا أحمد بن حفص السعدى حدثنا إبراهيم بن موسى حدثنا خاقان السعدى حدثنا أبو مقاتل السمرقندى عن عبيد الله عن نافع عن ابن عمر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " من زار قبر أبيه أو أمه أو عمته أو خالته أو أحد من قراباته كانت له حجة مبرورة, ومن كان زائرا لهم حتى يموت زارت الملائكة قبره
Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa berziarah ke makam bapak atau ibunya, paman atau bibinya, atau berziarah ke salah satu makam keluarganya, maka pahalanya adalah sebesar haji mabrur. Dan barang siapa yang istiqamah berziarah kubur sampai datang ajalnya maka para malaikat akan selalu menziarahi kuburannya”.
Akan tetapi tidak demikian hukum ziarah kubur bagi seorang muslimah. Mengingat lemahnya perasaan kaum hawa, maka menziarahi kubur keluarga hukumnya adalah makruh. Karena kelemahan itu akan mempermudah perempuan resah, gelisah, susah hingga menangis di kuburan. Itulah yang dikhawatirkan dan dilarang dalam Islam.
Seperti yang termaktub dalam kitab I’anatut Thalibin. Sedangkan ziarah seorang muslimah ke makam Rasulullah, para wali dan orang-orang shaleh adalah sunnah.
“Dimakruhkan bagi wanita berziarah kubur karena hal tersebut cenderung membantu pada kondisi yang melemahkan hati dan jiwa”.
Dari keterangan panjang ini, maka tradisi berziarah kubur tetaplah perlu dilestarikan karena tidak bertentangan dengan syariat Islam. Bahkan malah dapat mengingatkan akan kehidupan di akhirat nanti.
Apalagi jika dilakukan di akhir bulan Sya’ban. Hal ini merupakan modal yang sangat bagus untuk mempersiapkan diri menyongsong bulan Ramadan.
Penulis: Dani Agus
Editor: Dani Agus
Sumber:
nu.or.id