Memperingati Hari Bipolar Sedunia, Kenali Gejala dan Penyebab Bipolar
Murianews
Rabu, 30 Maret 2022 19:18:27
MURIANEWS, Kudus- Hari Bipolar Sedunia diperingati rutin setiap tanggal 30 Maret. Peringatan ini bertujuan mengedukasi masyarakat dunia tentang gangguan bipolar dan untuk menghilangkan stigma sosial.
Lalu ada sebenarnya bipolar tersebut, dan seperti apa gejala dan penyebabnya? Berikut ulasannya, seperti dilansir dari laman
halodoc, Rabu (30/3/2022).
Pengertian Gangguan BipolarGangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyebabkan perubahan suasana hati, energi, tingkat aktivitas, konsentrasi, serta kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Baca juga: Ini Cara Menghilangkan Kesepian saat Dilanda Depresi yang Penting DiketahuiKondisi pengidap berkisar pada periode perilaku yang sangat gembira atau bersemangat menjadi sangat sedih atau seperti putus asa. Nama lain dari gangguan bipolar adalah manik depresif.
Gejala Gangguan BipolarTerdapat dua fase dalam gangguan bipolar, yaitu fase mania (naik) dan depresi (turun). Pada periode mania, pengidapnya jadi terlihat sangat bersemangat, enerjik, dan bicara cepat. Sedangkan pada periode depresi, pengidapnya akan terlihat sedih, lesu, dan hilang minat terhadap aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan perputaran episode suasana hati, ada sebagian pengidap gangguan bipolar yang mengalami keadaan normal di antara mania dan depresi. Ada juga yang mengalami perputaran cepat dari mania ke depresi atau sebaliknya tanpa adanya periode normal (rapid cycling).
Selain itu, ada juga pengidap yang mengalami mania dan depresi secara bersamaan. Contohnya, ketika pengidap merasa sangat berenerjik, tetapi di saat bersamaan juga merasa sangat sedih dan putus asa. Gejala ini dinamakan dengan periode campuran (mixed state).
Pengidap gangguan bipolar fase mania bisa menunjukkan gejala, seperti:
- Merasa sangat bersemangat, senang, atau mudah tersinggung atau sensitif.
- Merasa sangat gelisah.
- Memiliki penurunan kebutuhan untuk tidur.
- Kehilangan nafsu makan.
- Berbicara dengan sangat cepat tentang banyak hal berbeda.
- Merasa seperti pikirannya berpacu.
- Berpikir bisa melakukan banyak hal sekaligus atau satu waktu.
- Melakukan hal-hal berisiko yang menunjukkan penilaian yang buruk, seperti makan dan minum secara berlebihan, menghabiskan atau memberikan banyak uang, atau melakukan hubungan seks yang sembrono.
- Merasa mereka sangat penting, berbakat, atau kuat.
Sementara itu, gejala gangguan bipolar fase depresi bisa berupa:
- Merasa sangat sedih, hampa, khawatir, atau putus asa.
- Merasa sangat gelisah.
- Kesulitan tidur, bangun terlalu pagi, atau terlalu banyak tidur.
- Peningkatan nafsu makan dan penambahan berat badan.
- Berbicara dengan sangat lambat, merasa tidak ada yang ingin mereka katakan, atau banyak lupa.
- Kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan.
- Merasa tidak mampu melakukan bahkan hal-hal sederhana.
- Memiliki sedikit minat pada hampir semua aktivitas, dorongan seks yang menurun atau tidak ada, atau ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan (“anhedonia”).
- Merasa putus asa atau tidak berharga, dan munculnya pikirkan tentang kematian atau bunuh diri.
Penyebab Gangguan BipolarBeberapa ahli berpendapat, kondisi ini disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter atau zat pengontrol fungsi otak. Ada juga yang berpendapat bahwa gangguan bipolar berkaitan dengan faktor keturunan.
Beberapa faktor yang diduga bisa meningkatkan risiko seseorang terkena gangguan bipolar adalah:
- Mengalami stres tingkat tinggi.
- Pengalaman traumatik.
- Pengalaman traumatik.
- Kecanduan minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.
- Memiliki riwayat keluarga dekat (saudara kandung atau orangtua) yang mengidap gangguan bipolar.
Faktor Risiko Gangguan BipolarTerdapat beberapa faktor yang diduga meningkatkan risiko seseorang terkena gangguan bipolar, yakni:
- Mengalami stres berat.
- Kejadian traumatik.
- Kecanduan akan minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.
- Memiliki riwayat keluarga dekat (saudara kandung atau orangtua) yang mengidap gangguan bipolar.
Diagnosis Gangguan BipolarDiagnosis lebih lanjut mengenai kondisi ini sangat dibutuhkan, sebab gejala gangguan bipolar mirip dengan kondisi lain, seperti penyakit tiroid, serta dampak dari kecanduan alkohol atau penyalahgunaan NAPZA.Pemeriksaan yang dilakukan bisa dengan metode wawancara ke keluarga atau kerabat pengidap gangguan bipolar. Wawancara ini terkait gejala, seperti sejak kapan dan seberapa sering gejala muncul.Kemudian, pengidapnya akan dirujuk ke psikiater atau dokter spesialis kesehatan jiwa. Psikiater akan melakukan beberapa pengamatan terkait pola bicara, berpikir, dan bersikap.Psikiater juga mungkin menanyakan riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit, hingga pola tidur. Pengidapnya juga mungkin akan diberikan kuesioner yang dapat diisi.Saat hasil pemeriksaan dirasa cukup, psikiater kemudian akan mengklasifikasikan kondisi seseorang berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).
Pengobatan Gangguan BipolarTujuan pengobatan gangguan bipolar untuk menurunkan frekuensi terjadinya fase-fase mania dan depresi agar pengidapnya dapat hidup secara normal dan membaur dengan lingkungan.Selain memperbaiki pola hidup, penanganan biasanya mencakup pemberian obat-obatan yang dikombinasikan dengan terapi psikologis (contohnya, terapi perilaku kognitif).
Pencegahan Gangguan BipolarLangkah pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi efek dari bipolar, yaitu dengan memberikan terapi sesuai dengan anjuran dokter.
Kapan Harus ke Dokter?Kamu harus berbicara dengan dokter jika gangguan bipolar menunjukkan tanda-tanda berikut ini:
- Memunculkan gejala periode mood yang terjadi dalam jangka panjang.
- Memiliki pemikiran untuk bunuh diri.
- Merasa agresif dan konfrontasional.
- Kesulitan tidur dalam beberapa hari.
Kamu bisa memeriksakan diri rumah sakit pilihan, bila melihat adanya gejala-gejala bipolar pada dirimu atau orang terdekatmu. Penulis: Dani AgusEditor: Dani AgusSumber:
halodoc.com
[caption id="attachment_281350" align="alignleft" width="1280"]

Foto: Ilustrasi (pixabay.com)[/caption]
MURIANEWS, Kudus- Hari Bipolar Sedunia diperingati rutin setiap tanggal 30 Maret. Peringatan ini bertujuan mengedukasi masyarakat dunia tentang gangguan bipolar dan untuk menghilangkan stigma sosial.
Lalu ada sebenarnya bipolar tersebut, dan seperti apa gejala dan penyebabnya? Berikut ulasannya, seperti dilansir dari laman
halodoc, Rabu (30/3/2022).
Pengertian Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyebabkan perubahan suasana hati, energi, tingkat aktivitas, konsentrasi, serta kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Baca juga: Ini Cara Menghilangkan Kesepian saat Dilanda Depresi yang Penting Diketahui
Kondisi pengidap berkisar pada periode perilaku yang sangat gembira atau bersemangat menjadi sangat sedih atau seperti putus asa. Nama lain dari gangguan bipolar adalah manik depresif.
Gejala Gangguan Bipolar
Terdapat dua fase dalam gangguan bipolar, yaitu fase mania (naik) dan depresi (turun). Pada periode mania, pengidapnya jadi terlihat sangat bersemangat, enerjik, dan bicara cepat. Sedangkan pada periode depresi, pengidapnya akan terlihat sedih, lesu, dan hilang minat terhadap aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan perputaran episode suasana hati, ada sebagian pengidap gangguan bipolar yang mengalami keadaan normal di antara mania dan depresi. Ada juga yang mengalami perputaran cepat dari mania ke depresi atau sebaliknya tanpa adanya periode normal (rapid cycling).
Selain itu, ada juga pengidap yang mengalami mania dan depresi secara bersamaan. Contohnya, ketika pengidap merasa sangat berenerjik, tetapi di saat bersamaan juga merasa sangat sedih dan putus asa. Gejala ini dinamakan dengan periode campuran (mixed state).
Pengidap gangguan bipolar fase mania bisa menunjukkan gejala, seperti:
- Merasa sangat bersemangat, senang, atau mudah tersinggung atau sensitif.
- Merasa sangat gelisah.
- Memiliki penurunan kebutuhan untuk tidur.
- Kehilangan nafsu makan.
- Berbicara dengan sangat cepat tentang banyak hal berbeda.
- Merasa seperti pikirannya berpacu.
- Berpikir bisa melakukan banyak hal sekaligus atau satu waktu.
- Melakukan hal-hal berisiko yang menunjukkan penilaian yang buruk, seperti makan dan minum secara berlebihan, menghabiskan atau memberikan banyak uang, atau melakukan hubungan seks yang sembrono.
- Merasa mereka sangat penting, berbakat, atau kuat.
Sementara itu, gejala gangguan bipolar fase depresi bisa berupa:
- Merasa sangat sedih, hampa, khawatir, atau putus asa.
- Merasa sangat gelisah.
- Kesulitan tidur, bangun terlalu pagi, atau terlalu banyak tidur.
- Peningkatan nafsu makan dan penambahan berat badan.
- Berbicara dengan sangat lambat, merasa tidak ada yang ingin mereka katakan, atau banyak lupa.
- Kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan.
- Merasa tidak mampu melakukan bahkan hal-hal sederhana.
- Memiliki sedikit minat pada hampir semua aktivitas, dorongan seks yang menurun atau tidak ada, atau ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan (“anhedonia”).
- Merasa putus asa atau tidak berharga, dan munculnya pikirkan tentang kematian atau bunuh diri.
Penyebab Gangguan Bipolar
Beberapa ahli berpendapat, kondisi ini disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter atau zat pengontrol fungsi otak. Ada juga yang berpendapat bahwa gangguan bipolar berkaitan dengan faktor keturunan.
Beberapa faktor yang diduga bisa meningkatkan risiko seseorang terkena gangguan bipolar adalah:
- Mengalami stres tingkat tinggi.
- Pengalaman traumatik.
- Kecanduan minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.
- Memiliki riwayat keluarga dekat (saudara kandung atau orangtua) yang mengidap gangguan bipolar.
Faktor Risiko Gangguan Bipolar
Terdapat beberapa faktor yang diduga meningkatkan risiko seseorang terkena gangguan bipolar, yakni:
- Mengalami stres berat.
- Kejadian traumatik.
- Kecanduan akan minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.
- Memiliki riwayat keluarga dekat (saudara kandung atau orangtua) yang mengidap gangguan bipolar.
Diagnosis Gangguan Bipolar
Diagnosis lebih lanjut mengenai kondisi ini sangat dibutuhkan, sebab gejala gangguan bipolar mirip dengan kondisi lain, seperti penyakit tiroid, serta dampak dari kecanduan alkohol atau penyalahgunaan NAPZA.
Pemeriksaan yang dilakukan bisa dengan metode wawancara ke keluarga atau kerabat pengidap gangguan bipolar. Wawancara ini terkait gejala, seperti sejak kapan dan seberapa sering gejala muncul.
Kemudian, pengidapnya akan dirujuk ke psikiater atau dokter spesialis kesehatan jiwa. Psikiater akan melakukan beberapa pengamatan terkait pola bicara, berpikir, dan bersikap.
Psikiater juga mungkin menanyakan riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit, hingga pola tidur. Pengidapnya juga mungkin akan diberikan kuesioner yang dapat diisi.
Saat hasil pemeriksaan dirasa cukup, psikiater kemudian akan mengklasifikasikan kondisi seseorang berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).
Pengobatan Gangguan Bipolar
Tujuan pengobatan gangguan bipolar untuk menurunkan frekuensi terjadinya fase-fase mania dan depresi agar pengidapnya dapat hidup secara normal dan membaur dengan lingkungan.
Selain memperbaiki pola hidup, penanganan biasanya mencakup pemberian obat-obatan yang dikombinasikan dengan terapi psikologis (contohnya, terapi perilaku kognitif).
Pencegahan Gangguan Bipolar
Langkah pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi efek dari bipolar, yaitu dengan memberikan terapi sesuai dengan anjuran dokter.
Kapan Harus ke Dokter?
Kamu harus berbicara dengan dokter jika gangguan bipolar menunjukkan tanda-tanda berikut ini:
- Memunculkan gejala periode mood yang terjadi dalam jangka panjang.
- Memiliki pemikiran untuk bunuh diri.
- Merasa agresif dan konfrontasional.
- Kesulitan tidur dalam beberapa hari.
Kamu bisa memeriksakan diri rumah sakit pilihan, bila melihat adanya gejala-gejala bipolar pada dirimu atau orang terdekatmu.
Penulis: Dani Agus
Editor: Dani Agus
Sumber:
halodoc.com