Apakah Niat Puasa Ramadan Harus Diucapkan? Begini Penjelasannya
Murianews
Sabtu, 2 April 2022 16:20:27
MURIANEWS, Kudus- Bulan suci Ramadan merupakan sebuah momentum penting bagi umat muslim. Pada bulan ini, semua orang berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dan beribadah kepada Allah SWT.
Puasa Ramadan merupakan ibadah wajib bagi setiap Muslim yang tidak ada uzur syar’i selama sebulan penuh di bulan Ramadan. Para ulama sepakat bahwa niat merupakan bagian dari rukun puasa.
Dilansir dari laman
NU Online, Sabtu (2/4/2022), dengan kata lain, sebuah ibadah tidak dianggap sah dan berpahala jika tidak disertai niat.
Baca juga: Tak Sekadar Nahan Lapar, Ini Makna Puasa Ramadan SesungguhnyaOleh karena itu para ulama memberikan perhatian cukup besar terhadap perkara niat. Bahkan, Imam Syafi’I, Ahmad Ibnu Mahdi, Ibnu al-Madini, Abu dawud, dan ad-Daru Quthni mengatakan bahwa niat merupakan sepertiga ilmu.
Niat secara bahasa berarti ‘menyegaja’. Sedangkan secara istilah (menurut mazhab Syafi’i, red) niat adalah ‘bermaksud melakukan sesuatu disertai dengan pelaksanaannya’ (qashdusy syai’ muqtarinan bi fi‘lihi) (Salim bin Sumair al-Hadhrami, Safînatun Najah, Surabaya, Miftah, halaman 3; dan Muhammad bin Qosim Al-Ghazi, Fathul Qorib, Indonesia, Daarul Hayaai Kitaabi ‘Arabiyyah, halaman 13).
Fungsi niat adalah untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lainnya, atau membedakan ibadah dengan adat kebiasaan. Di samping itu, niat juga berfungsi untuk membedakan tujuan seseoramg dalam beribadah; apakah beribadah karena mengharap ridha Allah ﷻ ataukah karena mengharap pujian manusia (Ahmad Ibnu Rajab Al-Hambali, Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Beirut, Darul Ma’rifah, 1408 H, halaman 67)
Dalam hal ini, terkait niat puasa Ramadan, waktu niat puasa harus dilakukan pada malam hari mulai ba’da maghrib sampai terbit fajar. Apabila dilakukan di luar waktu tersebut maka niatnya tidak sah dan otomatis puasanya juga tidak sah.
Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Imam ad-Daru Quthni (21/400):
مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ {الدار قطني وصحيحه عن عائشة}
“Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar subuh, maka tidak ada puasa baginya.”
Juga dalam hadits daru Qathni yang Lain (2/172):
لا صيام لمن لم يفرضه من اليل
“Tidak ada puasa bagi orang yang tidak meniatkan puasa semenjak malam.” Namun keharusan niat puasa malam hari sampai sebelum terbit fajar ini hanya berlaku bagi puasa Ramadan dan tidak berlaku bagi puasa sunnah.
Karenanya tidak mengapa dan sah-sah saja niat untuk berpuasa sunnah itu baru diniatkan walaupun diwaktu dhuha, dengan catatan dari terbitnya fajar hingga waktu dhuha itu belum seteguk pun air yang diminum dan belum ada kecuil pun makanan yang dimakan.
Berdasarkan penjelasan dari Aisyah radliyallahu ‘anh:دخل علي النبي صلى الله عليه وسلم ذات يوم، فقال: هل عندكم شيء؟ ، فقلنا: لا، فقال: فإني إذا صائم“Suatu hari Rasulullah ﷺ datang kepadaku, lalu beliau bertanya: “Apakah ada makanan?” Lalu kami menjawab: “Tidak ada”, maka Rasulullah ﷺ berkata: “Kalau begitu saya puasa.” (HR Muslim).Masih terkait niat, ada pertanyaan yang terus bergulir terkait apakah niat harus diucapkan sebagaimana yang umum dilakukan selesai shalat tarawih di Indonesia? Ataukah niat hanya cukup di hati saja? Apakah sah niat puasa hanya dalam hati? Bagaimana yang benar menurut Islam? Di bawah ini akan dijelaskan bagaimana hakikat niat puasa Ramadan, menurut Islam.Dalam beberapa rujukan dijelaskan bagaimana niat puasa Ramadan yang sah menurut Islam. Di literatur tersebut menjelaskan dengan gamblang bahwa niat puasa Ramadan harus dalam hati, sedangkan melafalkannya adalah sunah. Di bawah ini beberapa ibarat terkait bagaimana hakikat niat puasa Ramadan:Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ (II/23) menjelaskan bahwa sesugguhnya niat dalam hati tanpa lisan sudah cukup:فإن نوى بقلبه دون لسانه أجزاه“Sesungguhnya niat dengan hati tanpa lisan sudah cukup.” (Imam Nawawi, Al-Majmu’, Daarul ‘Âlimil Kutub, halaman 23)Dalam kitab I’anatu Thalibin pada bab puasa (صوم), keterangan senada juga ditemukan.النيات با لقلب ولا يشترط التلفظ بها بل يندب“Niat itu dengan hati, dan tidak disyaratkan mengucapkannya. Tetapi mengucapkan niat itu disunahkan.” (Sayid Bakri, I’anatu Thalibin, Surabaya, Hidayah, halaman 221)Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa niat itu harus dilakukan dalam hati dan melafalkan niat puasa Ramadan adalah sunah, dengan kata lain ketika seseorang niat puasa Ramadan hanya dalam hati tanpa mengucapkannya sudah cukup dan sah baginya niat puasa, karena mengucapkannya niat adalah sunah dengan tujuan untuk menuntun hati dalam niat lewat ucapan. Wallahu ‘Alam. Penulis: Dani AgusEditor: Dani AgusSumber:
nu.or.id
[caption id="attachment_269396" align="alignleft" width="1890"]

Ilustrasi (radiomutiaraquran.com)[/caption]
MURIANEWS, Kudus- Bulan suci Ramadan merupakan sebuah momentum penting bagi umat muslim. Pada bulan ini, semua orang berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dan beribadah kepada Allah SWT.
Puasa Ramadan merupakan ibadah wajib bagi setiap Muslim yang tidak ada uzur syar’i selama sebulan penuh di bulan Ramadan. Para ulama sepakat bahwa niat merupakan bagian dari rukun puasa.
Dilansir dari laman
NU Online, Sabtu (2/4/2022), dengan kata lain, sebuah ibadah tidak dianggap sah dan berpahala jika tidak disertai niat.
Baca juga: Tak Sekadar Nahan Lapar, Ini Makna Puasa Ramadan Sesungguhnya
Oleh karena itu para ulama memberikan perhatian cukup besar terhadap perkara niat. Bahkan, Imam Syafi’I, Ahmad Ibnu Mahdi, Ibnu al-Madini, Abu dawud, dan ad-Daru Quthni mengatakan bahwa niat merupakan sepertiga ilmu.
Niat secara bahasa berarti ‘menyegaja’. Sedangkan secara istilah (menurut mazhab Syafi’i, red) niat adalah ‘bermaksud melakukan sesuatu disertai dengan pelaksanaannya’ (qashdusy syai’ muqtarinan bi fi‘lihi) (Salim bin Sumair al-Hadhrami, Safînatun Najah, Surabaya, Miftah, halaman 3; dan Muhammad bin Qosim Al-Ghazi, Fathul Qorib, Indonesia, Daarul Hayaai Kitaabi ‘Arabiyyah, halaman 13).
Fungsi niat adalah untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lainnya, atau membedakan ibadah dengan adat kebiasaan. Di samping itu, niat juga berfungsi untuk membedakan tujuan seseoramg dalam beribadah; apakah beribadah karena mengharap ridha Allah ﷻ ataukah karena mengharap pujian manusia (Ahmad Ibnu Rajab Al-Hambali, Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Beirut, Darul Ma’rifah, 1408 H, halaman 67)
Dalam hal ini, terkait niat puasa Ramadan, waktu niat puasa harus dilakukan pada malam hari mulai ba’da maghrib sampai terbit fajar. Apabila dilakukan di luar waktu tersebut maka niatnya tidak sah dan otomatis puasanya juga tidak sah.
Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Imam ad-Daru Quthni (21/400):
مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ {الدار قطني وصحيحه عن عائشة}
“Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar subuh, maka tidak ada puasa baginya.”
Juga dalam hadits daru Qathni yang Lain (2/172):
لا صيام لمن لم يفرضه من اليل
“Tidak ada puasa bagi orang yang tidak meniatkan puasa semenjak malam.” Namun keharusan niat puasa malam hari sampai sebelum terbit fajar ini hanya berlaku bagi puasa Ramadan dan tidak berlaku bagi puasa sunnah.
Karenanya tidak mengapa dan sah-sah saja niat untuk berpuasa sunnah itu baru diniatkan walaupun diwaktu dhuha, dengan catatan dari terbitnya fajar hingga waktu dhuha itu belum seteguk pun air yang diminum dan belum ada kecuil pun makanan yang dimakan.
Berdasarkan penjelasan dari Aisyah radliyallahu ‘anh:
دخل علي النبي صلى الله عليه وسلم ذات يوم، فقال: هل عندكم شيء؟ ، فقلنا: لا، فقال: فإني إذا صائم
“Suatu hari Rasulullah ﷺ datang kepadaku, lalu beliau bertanya: “Apakah ada makanan?” Lalu kami menjawab: “Tidak ada”, maka Rasulullah ﷺ berkata: “Kalau begitu saya puasa.” (HR Muslim).
Masih terkait niat, ada pertanyaan yang terus bergulir terkait apakah niat harus diucapkan sebagaimana yang umum dilakukan selesai shalat tarawih di Indonesia? Ataukah niat hanya cukup di hati saja? Apakah sah niat puasa hanya dalam hati? Bagaimana yang benar menurut Islam? Di bawah ini akan dijelaskan bagaimana hakikat niat puasa Ramadan, menurut Islam.
Dalam beberapa rujukan dijelaskan bagaimana niat puasa Ramadan yang sah menurut Islam. Di literatur tersebut menjelaskan dengan gamblang bahwa niat puasa Ramadan harus dalam hati, sedangkan melafalkannya adalah sunah. Di bawah ini beberapa ibarat terkait bagaimana hakikat niat puasa Ramadan:
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ (II/23) menjelaskan bahwa sesugguhnya niat dalam hati tanpa lisan sudah cukup:
فإن نوى بقلبه دون لسانه أجزاه
“Sesungguhnya niat dengan hati tanpa lisan sudah cukup.” (Imam Nawawi, Al-Majmu’, Daarul ‘Âlimil Kutub, halaman 23)
Dalam kitab I’anatu Thalibin pada bab puasa (صوم), keterangan senada juga ditemukan.
النيات با لقلب ولا يشترط التلفظ بها بل يندب
“Niat itu dengan hati, dan tidak disyaratkan mengucapkannya. Tetapi mengucapkan niat itu disunahkan.” (Sayid Bakri, I’anatu Thalibin, Surabaya, Hidayah, halaman 221)
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa niat itu harus dilakukan dalam hati dan melafalkan niat puasa Ramadan adalah sunah, dengan kata lain ketika seseorang niat puasa Ramadan hanya dalam hati tanpa mengucapkannya sudah cukup dan sah baginya niat puasa, karena mengucapkannya niat adalah sunah dengan tujuan untuk menuntun hati dalam niat lewat ucapan. Wallahu ‘Alam.
Penulis: Dani Agus
Editor: Dani Agus
Sumber:
nu.or.id